Kamis, 24 November 2011

Tuhan, ajari aku untuk bersyukur

20:26 pm | masih di my room, Bandung


Teringat kejadian tadi sore sepulang kuliah. Saya pulang dengan langkah yang panjang, bukan terburu-buru, namun sudah terbiasa melangkah cepat. Jalanan tidak terlalu terang karena saya memilih pulang lewat jalan belakang. Melihat sosok di depan, saya mengurangi kecepatan langkah saya. Bahkan jika ada tempat duduk, saya lebih memilih duduk dibandingkan melanjutkan perjalanan saya.

Dia berjalan dengan terseret-seret. Bukan sedang sakit, tapi dia kurang beruntung. Entah bagaimana bentuk kaki yang tertutup celana panjang itu, tapi saya tau bahwa dia, maaf, cacat. Pedih hati saya melihatnya. Saya menguatkan hati untuk melewatinya, namun berbagai rasa tercampur aduk di hati saya. Gimana kalau dia lihat saya dan bilang saya sok karna jalannya lebih cepat, atau dia merasa dirinya buruk, atau dia menangis melihat saya yang lincah sekali.

Di dalam gelap saya menahan bendungan airmata saya. Secara psikologi, saya memang termasuk orang yang sangat besar rasa ibanya terhadap orang yang kesusahan. Saya selalu sakit sendiri melihat orang-orang dengan raut muka susah, kondisi fisik lemah, bahkan... cacat.

Tapi saya bersyukur dengan apa yang saya lihat tadi. Saya sering tidak bersyukur dengan apa yang saya miliki terutama fisik. Saya sering marah pada Tuhan kenapa muka saya bulat tidak oval, kenapa pipi saya tembem, kenapa hidung saya pesek tidak mancung, kenapa bibir saya tebal tidak tipis, kenapa saya terlalu tinggi tidak biasa saja seperti perempuan pada umumnya, dan banyak hal yang saya keluhkan dari fisik saya. Tapi saya sadar, setiap orang beda. Semua kekurangannya akan menjadi kelebihannya tergantung apakah dia bisa menerima dirinya sendiri atau tidak.

Melihat orang tadi, pria tadi tepatnya, saya sadar saya jauh tidak sempurna dari dia. Dengan kaki yang terseok dia bersemangat ke kampus, dia tetap menuntut ilmu, dia tidak malu, dia tidak mengurung dirinya di rumah untuk berkeluh kesah. Dia menjalani harinya demi mimpinya. Sedang saya, kaki sempurna, terkadang malas mau ke kampus karena capek lah, atau apalah. Betapa saya sangat tidak mensyukuri apa yang saya miliki. Saya tadi merenungkan bagaimana jika saya yang jadi dia, belum tentu bahkan tidak mungkin saya bisa menerima diri saya. Yaa, saya sangat bersyukur atas apa yang Tuhan berikan. Saya indah, itu jika saya menerima dan percaya pada diri saya sendiri.


Tuhan menciptakanmu unik. Syukuri :)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar